Pasalnya Ganjar dan Jokowi sama-sama merupakan kader PDIP. Setelah itu, Ganjar juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah pada masa pemerintahan Jokowi. Ia harus merefleksikan kinerjanya saat menjadi bos daerah.
“Rating penegakan hukum era Jokowi berwarna merah, yang sebenarnya menandakan Ganjar tidak mencoba menilai kinerjanya terlebih dahulu. Ganjar akhirnya menepuk-nepuk nampan dan memercikkan air ke wajahnya,” kata Pengamat politik Citra Institute, Efriza. Badan intelijen politik RMOLRabu (22 November).
Ia menilai kartu merah penegakan hukum di masa pemerintahan Jokowi hanya menimbulkan sensasi. Sehingga masyarakat mulai meliriknya sebagai salah satu pilihan calon presiden yang paling cocok di pemilu 2024.
“Ganjar hanya ingin membangkitkan simpati, membangun persepsi bahwa merekalah yang paling tahu mengenai tata kelola pemerintahan yang buruk. Sebaliknya, pertanyaan masyarakat beralih ke kenapa kalau buruk, tidak diungkap sejak dini,” ucapnya.
Oleh karena itu, dosen Ilmu Pemerintahan dan Administrasi Universitas Pamulang (Unpam) itu menilai komunikasi politik Ganjar dalam membangun persepsi yang bertolak belakang dengan Jokowi justru akan merugikan dirinya.
Pasalnya Efriza melihat Mahfud MD yang kini resmi menjadi calon wakil presidennya sebagai pembantu Jokowi. Bahkan, ia masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
“Malah bikin kaget publik. Karena publik menilai kinerja Mahfud bagus. Dia dianggap bisa memperbaiki sistem hukum di Indonesia, tapi Ganjar sendiri tidak mengapresiasi kinerja Mahfud, ironis,” ujar Efriza. .
Temukan berita terkini tepercaya dari kantor berita politik RMOL di berita Google.
Mohon mengikuti klik pada bintang.
Quoted From Many Source